Senin, 11 Oktober 2010

KUATKANLAH HATIMU..

Setiap kali mendengar khabar dari siapapun,yang mengabarkan bahwa orang tuanyakah,atau putranyakah,bahkan suami atau istrinya yang terserang stroke,aku kembali di bawa kepada memory mengenai peristiwa 6 tahun yang lalu,ketika orang yang sangat ku sayangi yaitu Bapak ku,tiba tiba terkena serangan stroke di sebuah kota kabupaten di Kalimantan Barat,ketika beliau sedang mengunjungi salah satu putrinya.Ketika itu bapak baru saja turun dari mobil,melepas penat sejenak di teras rumah,kakakku masuk ke dalam rumah menyiapkan minum untuk Bapak dan saat kakakku kembali ke teras,Bapak sudah seperti tertidur dan ternyata terkena serangan stroke.Kemudian dari kota kecil itu Bapak di bawa ke Pontianak menggunakan ambulance dengan jarak tempuh 10 jam.Tak terbayangkan olehku,betapa derita Bapak saat itu.Membayangkan semuanya sampai saat menulis inipun menitik air mataku.Rasa sayangku yang luar biasa pada Bapak,menyebabkan sampai dengan saat ini membuatku tidak bisa menahan rasa sedih yang sangat dalam ketika harus berbicara atau mengunjungi orang yang terkena serangan stroke.

Begitu pula ketika mendapat khabar dari istri keponakanku bahwa suaminya yang baru berusia 24 tahun terkena serangan stroke,betul betul hancur hatiku.Seminggu yang lalu kejadian ini,saat aku menerima telpon jam setengah satu malam yang mengabarkan bahwa ponakanku,tiba tiba tidak bisa menggerakkan badannya,bahkan untuk bicarapun tak mampu.Tak dapat ku percaya saat mendengar khabar bahwa beberapa hari kemudian itu adalah serangan stroke,dan aku protes sama Tuhan,bagaimana mungkin anak semuda dan sebaik dia harus mengalami semua ini,sungguh tak adil!!Mengapa semua ini harus terjadi?Begitu kataku pada Tuhan.

Kemarin sore kembali aku mendapat khabar dari seorang teman bahwa papanya terkena serangan stroke,untuk sementara ini papanya tidak mau bicara bahkan menerima telpon dari anaknya pun,beliau tidak mau.Aku tercenung sejenak,kembali aku teringat dengan kondisi Bapakku 6 tahun yang lalu.Kenangan yang amat pilu dan membekas di hidupku.

Peristiwa ini terjadi pada tahun 2004,bulan April.Ketika itu aku sedang mengajar dan HP aku simpan di saku blazerku.Berkali kali getar HP terasa di saku ku.Dan ku pikir,apakah ini telpon yang penting?Dan saat ku liat,ternyata telpon dari adikku.Sejenak aku mohon dan meminta ijin pada muridku untuk mengangkat telpon sebentar.Di seberang sana dengan histerisnya adikku menangis mengatakan bahwa Bapak terkena serangan stroke dan koma.Ya Tuhan sekuat tenaga aku menahan perasaan dan gejolak hati di hadapan anak anak didikku.Berusaha setengah mati menyelesaikan proses belajar mengajar di hari itu.Kemudian aku meminta ijin pada atasanku untuk tidak mengajar beberapa hari karena aku akan pulang kampung untuk mendampingi Bapak yang sedang sakit.Sampai aku harus mengatakan,bukan saya tidak bertanggung jawab dengan pekerjaan dan anak anak didik,tetapi di hidup saya kepentingan keluarga saya di atas segalanya apalagi kalau itu menyangkut anak anak saya dan orang tua saya.Dan Bapak adalah single parent untuk kami,karena mama telah berpulang mendahului beliau di tahun 1999.Sudah kewajiban kami anak anaklah untuk memperhatikan beliau.

Singkat cerita atas ijin anak anakku pula,aku pulang kampung,itupun setelah anak anakku berusaha meyakinkanku bahwa mereka berdua bisa ku tinggalkan untuk menjenguk kakeknya yang sedang sakit.Dari bandara Pontianak,aku sama sekali tidak menuju rumah dulu,dan aku minta diantar langsung oleh abangku menuju rumah sakit.Setibanya di rumah sakit aku bergegas menuju lantai 4 rumah sakit Antonius dan ke kamar di mana Bapak di rawat.Bapak sudah sadar dari komanya,tetapi ya Tuhan,beliau sulit sekali untuk bicara dan sama sekali sulit bagiku untuk mengerti ucapannya.Tak kuasa ku tahan tangisku dan air mataku mengalir tak terbendung.Ku peluk,ku cium papa,terucap ucapan lirih dari mulutku:"Yang kuat ya Pa,kami akan slalu ada untuk Bapak dalam keadaan apapun"Ku tanya beliau:"Bapak tau aku kan?siapa coba?Beliau menjawab dengan tak jelas namun tertangkap artinya olehku:"Mami Evan"(itu lah panggilan beliau kepadaku setelah aku menjadi seorang ibu,dan Evan adalah nama panggilan dari nama anak sulungku).Lega hatiku ketika menyadari secara memory Bapakku tau kami anak anaknya.

Seminggu aku menemani Bapak di rumah sakit,nyaris gak pernah pulang ke rumah.Aku tau Bapak sangat sulit menerima kondisinya yang demikian.Sangat labil,emosi yang istilahku"up and down".Kalau kami minta beliau mengulangi ucapannya,sudah di ulang namun kami tidak mengerti juga,beliau akan sangat marah,dan secara tersamar kami dengar,kata kata kasar bisa keluar dari mulutnya.Dan itu bukan Bapak yang sehat.Puji Tuhan kami anak anaknya sangat memaklumi keadaan ini.Dan ku tau bahwa orang yang sedang sakit dapat keluar dari kepribadian yang sebenarnya,jadi tak masalah untukku.Tak jarang aku menangis saat menyuapi beliau makan dan menatap wajahnya,kupalingkan mukaku,bahkan aku berdiri ke jendela hanya untuk menghindar supaya Bapak tidak melihat aku menangis karena menyaksikan kondisi beliau.Ada kenangan yang selalu ku kenang sampai dengan saat ini dan itu membuat aku menitikkan air mataku manakala teringat kembali.Dalam keadaan badan lumpuh sebelah,bicarapun sangat sulit,Bapak selalu mengingatkan aku untuk makan,dan pernah Bapak tertawa terpingkal pingkal,saat menyaksikan reaksi ku yang spontan saat bertemu kembali dengan pengasuhku waktu aku kecil,saat itu ibu ini bezuk dan aku melonjak kegirangan begitu dia membuka pintu kamar Bapak,kami berpelukan dengan mengeluarkan kata kata yang latah,itulah yang membuat Bapakku tertawa,apalagi saat ibu ini menceritakan kembali kenakalan kenakalan masa kecilku.Sang mantan pengasuh ini belum terlalu tua,hanya belasan tahun di atas usiaku.Melihat tawa Bapak,bahagianya hatiku.Kakakku berkali kali mengatakan:Puji Tuhan.

Seminggu sudah kebersamaan itu..aku harus kembali ke Bandung untuk kedua putraku dan juga untuk bekerja kembali.Mengalir deras air mata ini,saat harus berpamit pada Bapak dan meninggalkan beliau terbaring tak berdaya di rumah sakit.Aku berjanji pada Bapak untuk sesering mungkin menelpon beliau dan akan berusaha untuk datang kembali,dengan bahasa yang mulai ku pahami beliau mengatakan:"Baik baik ya nak,salam untuk Evan dan Riko"Sangat berat hati dan rasa ini,bahkan di dalam pesawatpun berkali kali aku menyeka air mataku.Ku pinta pada Tuhan..mampukan Bapakku dan kami semua untuk menjalani dan melewati cobaan ini.

Rupanya cobaan untuk Bapak dan keluarga kami belum berakhir.Beberapa waktu kemudian Dokter mengatakan bahwa kaki kanan Bapak harus di amputasi karena komplikasi dari diabetes yang di derita oleh Bapak.Ya Tuhan..cobaan apalagi ini?begitu keluhku.Dengan berat hati setelah meminta persetujuan dari kami saudara saudaranya,kakakku menanda tangani surat ijin operasi.Ada perubahan dalam kondisi psikis ku setelah kejadian ini,bahkan berimbas kepada kondisi fisikku.Saat malam aku tiba tiba terbangun dan berkeringat dingin,kemudian menangis mengingat keadaan Bapak.Takut setiap kali mendengar dering telpon,kalau kalau itu telpon dari Pontianak(aku takut terjadi sesuatu dengan Bapakku)Kalau ada orang yang meninggal atau mendengar berita ada yang meninggal mendadak,aku berdebar debar dan tiba tiba sangat takut dengan kematian.Sempat kehilangan gairah kerja dan semangat hidup.Mengisolasi diri dari lingkungan luar,bahkan sifat ceriaku hilang sama sekali dan nafsu makanpun gak ada.Aku sadar bahwa aku depresi,sempat aku ke dokter dan di beri obat anti depresi.Sama sekali obat itu tidak ku minum satupun.Aku "mencuci otakku" bahwa keadaan ini tidak boleh di biarkan,aku terbiasa menasehati dan memotivasi orang lain dan itu adalah pekerjaanku,mengapa untuk diriku aku tidak mampu?Saat harus bercerai 4 tahun sebelum kejadian inipun aku sanggup mengatasi perasaanku!Tetapi cobaan dengan jatuh sakitnya Bapak,memang sangat sulit ku trima,bahkan rasanya tak mampu,dan karena itulah aku depresi.Aku minta istirahat dari pekerjaan dan aku memilih di rumah untuk sampai batas waktu yang tidak ku tetapkan.Untung ada pengertian dari atasanku.Kala itu aku menolong diriku,dengan meyakinkan diriku,aku tidak boleh begini,dengan keadaan ini anak anakku akan kehilangan kasih sayang dariku,aku tumpuan hidup dari anak anakku.Dan Bapakku sangat sayang pada kedua putraku,betapa hancurnya hati beliau kalau cucu cucunya(kedua putraku)tidak ku urus dengan baik.Tentunya kalau aku menyayangi Bapak otomatis orang yang Bapakku sayangipun harus ku urus dengan baik yaitu kedua putraku.Bagiamana aku bisa mengurus anak anakku dengan baik kalau aku sendiri saja tidak mampu memanage perasaanku?.Begitu jeritku dalam hati.Dan satu hal lagi anak anak ku sangat membantu aku pulih dari keadaan ini,ketika itu mereka masih SMA,setiap kali pulang sekolah,anak anak akan menuju kamarku seraya memanggilku dan menanyakan apakah aku sudah jauh lebih baik,lalu mereka selalu bertanya:"madu nya dah di minum mami?(karena waktu itu aku lebih banyak mengkonsumsi madu dan menghindari obat obat penenang atau jenis obat kimia apapun)Singkat cerita dalam waktu kurang dari sebulan depresi itupun berlalu dari hidupku.Aku betul betul pulih,bahkan jauh lebih kuat mental dari sebelumnya.Selain anak anakku,tidak ada yang tau apa yang ku alami.Orang lain hanya tau bahwa aku sakit maag dan perlu istirahat.

Setelah mengalami peristiwa di atas,hidupku semakin berwarna dan bermakna.Aku semakin kuat menghadapi badai hidup ini,aku juga lebih realistis.Dan aku kembali bekerja,lebih semangat lagi,karena aku juga harus punya uang lebih untuk sewaktu waktu di perlukan pulang ke Pontianak.Perlahan lahan ku yakinkan diriku,aku harus mampu menerima keadaan Bapakku yang harus menanggung sakit bahkan harus kehilangan sebelah kaki.Setiap hari ku telpon beliau,dengan kata kata yang kurang jelas beliau berusaha berkomunikasi denganku.Setelah beliau kembali berada di rumah dengan di rawat oleh seorang suster dan di awasi oleh kedua adikku,komunikasi kami semakin sering,sehari bisa 3 atau 4 kali aku telpon.Bahkan aku selalu minta suster untuk mengabari terus keadaan Bapak tanpa harus mengenal waktu dan tak lupa aku selalu mensupport suster dan juga adik adkku untuk selalu sabar dan memahami keadaan Bapak terutama emosinya.Memohon pada orang yang serumah dengan Bapak untuk meluangkan waktu menemani beliau walaupun hanya sebentar.Dan ku katakan pada diriku juga pada saudara saudaraku:"LAKUKAN YANG TERBAIK..SELEBIHNYA SERAHKAN PADA TUHAN DAN BIARKAN TUHAN YANG BEKERJA"

Dan Tuhan punya rencana indah,hari itu adalah hari Minggu,tanggal 26 Oktober tahun 2006,sepulang dari gereja aku telpon Bapak dan kami ngobrol,ku katakan bahwa bulan Desember aku akan pulang ke Pontianak untuk temani Bapak.Pagi itu sempat kami berdoa bareng,dan Bapak mengulangi kalimat kalimat dalam doaku dengan terbata bata.Seperti biasa kalau anak anakku ada di rumah,pasti akan ku beri kesempatan untuk bicara dengan kakeknya,dan pagi itu Bapak pun berkomunikasi dengan putraku.Bahagia sekali gus haru,itulah yang aku rasakan saat itu.Dan tak ku kira sama sekali,sorenya jam 15.00 aku mendapat telpon dari Pontianak,bahwa Bapak telah berpulang dengan tenang kepangkuan Bapa di surga.Kembali aku shock dan sekuat tenaga ku kuasai emosiku,dengan derai air mata yang tak terbendung,ku khabarkan duka ini kepada anak anakku juga ku telpon mantan suamiku.Kembali terucap dalam hatiku:"Tuhan..Bapak ku sudah Kau panggil,beliau sudah tenang di pangkuan MU.Terima kasih Engkau telah memberikan seorang Bapak yang sangat baik untuk kami putra putrinya.Mampukan kami untuk menerima kenyataan bahwa beliau telah tiada,mampukan aku menerima kenyataan ini ya Tuhan..."

Dari pengalamanku yang sudah ku ceritakan di atas,ada inti yang mau ku ambil dan ku sharingkan.Menghadapi orang sakit apalagi dengan perubahan fisik yang drastis,bukanlah hal yang gampang.meminta kepada si sakit untuk bersabar dan menerima kenyataan bukanlah hal yang tepatJustru menurutku yang perlu pendampingan adalah orang orang yang berhubungan langsung dengan si sakit.Kalau secara mental orang orang yang berada di dekat si sakit kuat,dampaknya kepada si sakit akan lebih dari menguatkan.Setelah aku sendiri mengalami bagaimana sulitnya menerima kenyataan orang terdekat kita mengalami sakit yang amat menyiksa seperti stroke,kemudian aku jadi jauh lebih mengerti bagaimana beratnya beban fisik dan psikis menghadapi penderita stroke.Kesabaran dari keluarga amat di butuhkan,pemahaman dan pengertian kepada si sakit amat di perlukan.Bagaimana tidak,beratnya beban fisik dan psikis yang di tanggung oleh si sakit dan keluarganya,tentulah sangat merubah suasana hati,bahkan keuangan.Alangkah bijaknya kalau kita yang di luar itu mampu untuk melakukan sesuatu bagi mereka.Sekecil apapun,dalam bentuk apapun perhatian kita bagi si sakit dan keluarganya,tentulah itu sangat bermakna bagi yang menerimanya.Dan semoga kita semua memiliki kepekaan untuk itu.

Bagi siapapun yang sakit saat ini,Tuhan mau angkat sakit penyakitnya,Tuhan mau lakukan yang terbaik bagi si sakit dan keluarganya,Tuhan pasti mampukan setiap pribadi dalam menerima setiap cobaan.Percaya dan yakini itu!Jangan berhenti harap pada_Nya...KUATKANLAH HATIMU...Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar