Rabu, 30 Maret 2011

ADA SENI UNTUK BERKATA KATA..

Adalah penting mengganggap lidah sebagai pelayan kita.Dan kita adalah tuannya.Lidah akan melakukan perintah kita.Lidah harus mengucapkan apa yang ingin kita ucapkan,dan bukannya berceloteh tak terkendali.Sayangnya,bagi kebanyakan dari kita,lidahlah yang menjadi tuannya dan kita menjadi budaknya.Kita terpaksa mendengar apa yang"ia"ucapakan atas nama kita dan tampaknya kita tak mampu menghentikan ocehan"nya".Jika kita tak mampu mengendalikan ucapan kita,maka yang terjadi adalah bencana.Perlu di ingat bahwa apa yang sudah terucap dan itu sudah terlanjur terdengar oleh orang lain,serta menyakitkan,adalah sulit untuk meralatnya kembali,sekalipun dengan permintaan maaf.

Sebagian orang bersumpah untuk diam setelah mengalami pengalaman buruk akibat kata kata yang salah.Mereka kemudian sungguh sungguh menjaga lidah mereka,agar kata kata yang salah tak meloncat keluar dari bibir.Namun jika kita hidup dalam masyarakat,bisakah kita bertahan diam selamanya?Kita tak bisa menghindari masalah dengan berbicara ataupun diam saja.

Ada sebuah kisah yang saya ambil dari salah satu buku,begini ceritanya:
Dahulu kala ada seorang bhiksu yang memiliki ajudan yang malas yang selalu bangun kesiangan.Suatu hari ia membangunkan anak itu dan menegurnya:'Engkau masih saja tidur!Kura kura saja sudah keluar dari empang berjemur di matahari."

Ketika itu,lewatlah seseorang yang sedang mencari kura kura untuk di buat obat bagi ibunya yang sedang sakit dan kebetulan ia mendengar ucapan bhiksu ini,lalu ia pergi ke empang.Dan benar saja,ia menemukan banyak kura kura yang sedang berjemur.Ia menangkap beberapa ekor,tanpa sepengetahuan bhiksu tadi.Kemudian ia pulang dan memasak sop kura kura untuk ibunya.Namun ia tak dapat melupakan bhiksu tadi.Dan sebagai ungkapan terima kasihnya kepada bhiksu,ia memberikan sebagian sop kura kura kepadanya dan menjelaskan bahwa berkat perkataan sang bhiksu ia bisa mendapatkan kura kura.Bhiksu itu kaget sekali mengetahui bahwa ucapannya telah menyebabkan matinya kura kura,lalu ia bersumpah untuk tidak berbicara lagi.

Beberapa waktu kemudian bhiksu ini sedang duduk di beranda Viharanya.Ia melihat seorang buta sedang berjalan menuju empang.Ia berniat menghentikan orang buta itu,tapi ia teringat sumpahnya.Waktu pikirannya masih bimbang tentang apa yang harus ia lakukan,orang buta itu tercebur ke dalam empang dan basah kuyup.

Kejadian ini tentu saja membuat bhiksu tidak enak hati,dan membuatnya sadar bahwa ia tidak bisa hidup di dunia ini dengan berbicara atau diam saja.

Kita mesti menggunakan akal sehat untuk bisa bertahan hidup di dalam dunia ini dan berbicara atau diam pada saat yang tepat.Selalu ada waktu di hidup ini..Ada waktu untuk berduka,ada waktu untuk bersuka,ada waktu untuk berkata,ada waktu untuk berdiam.

Dan ada seni untuk berkata kata,yakni berbicara dengan lembut dan sopan,bukannya kasar dan kotor.Kita mesti belajar bicara pada waktu dan tempat yang tepat jika kita hendak menghindari konflik dan celaan.Pandai pandailah memilah milah,mana yang perlu di bicarakan mana yang tidak.Apalagi kalau itu merupakan pembunuhan karakter terhadap orang lain.Intinya janganlah doyan menggosipkan orang..lebih baik tengoklah ke dalam diri sendiri,benahi diri untuk menjadi lebih baik.

Jadi pikirkanlah baik baik setiap ucapan kita,semoga apa yang kita ucapkan senantiasa membawa kebaikan bagi orang lain.Karena ucapan adalah doa..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar