Selasa, 28 September 2010

SESUAI PERAN...

Ada sebait dialog antara aku dan si bungsuku,ketika si bungsu hendak di rawat seminggu yang lalu,yang tak mungkin aku lupakan.Yaitu mengenai sebuah peran..simple,sederhana,tetapi dalam artinya.Begini ceritanya:

Saat itu si bungsuku di nyatakan oleh Dokter harus di opname karena fungsi lever yang terganggu,dan diagnosa itu berdasarkan hasil laboratorium.Singkat cerita setelah dapat kamar,si bungsuku kemudian di jemput oleh petugas rumah sakit untuk menuju ruang perawatan dengan menggunakan kursi roda.Aku sempat meminta si bungsuku untuk menyisir rambutnya yang awut awutan dengan menyodorkan sisir.Dan jawaban si bungsuku kala itu,"gak mau mami".Kemudian aku menjawab:"sisirlah nak rambutmu itu,biar gak terlalu kelihatan kalau lagi sakit".Dan jawab si bungsuku:"Sesuai peran aja napa mi,namanya juga orang sakit"Spontan aku tertawa mendengar jawaban si bungsuku,walaupun dalam galau hati.

Kejadian ini menjadi bahan perenungan untukku.Ada satu ciri dalam hidupku,sekalipun dalam keadaan sakit,aku adalah orang yang amat tidak suka menunjukkan rasa sakit di depan umum.Rasanya males banget kalau orang tau bahwa aku sedang sakit.Ada beberapa kejadian lucu dalam hidupku yang berhubungan dengan rasa sakit ini.Pernah suatu waktu aku terserang muntaber,kemudian aku ke emergency salah satu rumah sakit swasta,dengan santai aku berjalan menuju ruang emergency,lalu mendaftar.Saat itu aku di tanya oleh petugas:"Siapa yang sakit bu?" Jawabku:"saya".Petugas sempat terbengong bengong.Belum sempat aku mengamati mimik wajahnya lebih lanjut,perutku sudah kembali mules lagi,dengan panik aku bertanya:"Di mana toiletnya,aku dah mules lagi nih!"Kemudian di tunjukkan letak toiletnya,larilah aku menuju toilet seraya berharap,bahwa toiletnya kosong,ternyata harapanku tidak sia sia.Hmmmm..lega...Setelah itu aku kembali menuju ruang emergency,meneruskan mendaftar kembali.Kemudian petugas meminta aku untuk berbaring,karena dokter yang bertugas saat itu mau memeriksa.Dan saat di ukur tekanan darahku.dokternya kaget,sambil nyeletuk:"Tekanan darahnya rendah banget ya bu,apa yang menjadi keluhan ibu?"Jawabku:"Aku diare dan muntah dok,sedikit agak pusing dan lemes banget"Kemudian si dokter menjawab:"Bu.tekanan darah ibu rendah sekali,apa ibu mau di rawat saja?"Jawabku:"Walah dok gak deh..aku minta obat aja,kalau sampai aku di opname,bisa bisa nambah penyakit lagi dan akan konsul ke satu dokter lagi,karena sakit jiwa dan tentunya aku butuh dokter jiwa..duh gak deh..amit amit..."Dokternya tertawa mendengar jawabanku.Yah itulah salah satu kejadian.saat aku harus menyambangi emergency karena diare.

Ada lagi satu kejadian yang menimpaku di tahun 1998,tepatnya di bulan Mei.Saat pagi setelah mengantar kedua putraku ke sekolah,aku kembali kerumah untuk mengerjakan pekerjaan rutinitas rumah tangga,tidak di duga,tiba tiba saat sedang menyiapkan bahan bahan untuk memasak makan siang,aku menggigil dan meriang di sertai mata yang perih,seperti mau demam.Merasa masih kuat aku lanjutkan untuk memasak,dengan susah payah aku selesaikan masakanku,seraya meminta tukang cuciku jangan pulang dulu,karena aku merasa amat tidak sehat.Kemudian aku masuk kamar,dalam keadaan menggigil dan demam tinggi aku berselimut sambil memasang thermometer di ketiakku.Aku kaget melihat suhu tubuhku 41 derajat celcius,segera aku meminta tukang cuciku untuk memasukkan air panas kedalam beberapa botol untuk aku peluk,karena aku merasakan sangat dingin.sekalipun suhu badanku tinggi.Siangnya ketika suami dan anak anakku tiba di rumah,mereka kaget,tadi pagi aku masih sehat,tetapi siangnya kondisiku sudah beginilah keadaannya,menggigil dan demam tinggi,dengan lugunya putra sulungku mengambil jaketnya dan menyelimuti tubuhku,lalu dia perintahkan adiknya untuk mengambil air minum,dia sodorkan gelas ke aku seraya meminta:"hayo mi minum yang banyak,kan kata mami kalau lagi demam harus minum yang banyak,supaya demamnya cepat turun"Terharu aku mendengar ucapan putraku yang saat itu baru berusia 10 dan 8 tahun,dalam keadaan yang sangat tidak nyaman karena menggigil dan suhu tubuh yang tinggi aku masih sempat menahan tawa,setelah melihat gelas yang di pakai putra bungsuku untuk mengambilkan aku minum,adalah gelas yang tinggi,airnya sedikit.Singkat cerita suamiku mendesak untuk membawa ku ke dokter,kemudian di lakukan berbagai pemeriksaan laboratorium.Akhirnya di putuskan untuk di opname.Kami menuju kesebuah rumah sakit swasta,saat itu tertahan di emergency,menunggu kamar kosong dari kelas yang kami minta.Ternyata saat itu rumah sakit sedang sangat penuh,karena ada wabah demam berdarah,sampai dengan jam 4 sore tidak ada juga ruangan yang kosong,aku mulai jengkel dan suamiku mulai gelisah.Dalam keadaan yang sangat tidak nyaman,terlintas dalam benakku untuk pulang saja,padahal menurut dokter aku harus di opname dan saat itu infus sudah terpasang.Dengan penuh rencana aku kelabui perawat,ku minta kapas alkohol,tak ku hiraukan pertanyaan perawat yang nanya untuk apa,tetap aja aku minta segera penuhi permintaanku.Saat kapas sudah di tangan dan perawat sudah berlalu dari pandanganku,aku cabut infusku,suamiku kaget,dan aku bilang sama suamiku:"Kita pulang pi,tanda tangan aja surat pulang paksa,dari tadi terbaring di sini,gak dapat kamar,orang sakit numpuk,bukannya nambah membaik,tapi yang ada stress"Suamiku tak mampu berkata kata lagi,dia ikutin maunya aku.Dokter dan perawatpun terbengong bengong,apalagi saat dalam keadaan lemah tanpa banyak protes aku tetap melemparkan senyum kepada mereka sambil mengucapkan terima kasih.Singkat cerita kami pulang,setelah urusan administrasi selesai.

Aku tetap berobat jalan,dengan tetap mensupport diriku bahwa semua akan pulih,berat memang deritaku saat itu.Tapi entah kenapa aku dengan tegarnya mengatakan pada diriku dan Tuhan:"Kalau Engkau berkenan,ambillah nyawaku,tetapi kalau boleh aku meminta beri aku kesempatan untuk membesarkan anak anakku,dengan Engkau mengangkat sakit penyakitku"Puji Tuhan setelah tiga hari demam,akhirnya perlahan lahan kondisiku membaik,aku tetap memaksakan diri untuk makan yang bergizi,dan akhirnya aku sembuh.

Kembali kepada dialogku dengan putra bungsuku soal "sesuai peran",ada yang menggodaku untuk berpikir dan menyimpulkan,Tidak menunjukkan keadaan kita yang sebenarnya saat itu bukan berarti kita munafik atau berkpribadian ganda.Tapi kalau untukku,males aja di lihat orang dengan tampilan yang "gimana gitu",kembali lagi ada benarnya apa yang di katakan putra bungsuku"SESUAI PERAN",karena untuk setiap orang adalah berbeda beda,apalagi saat sedang menahan sakit,kondisi psikis cepat sekali berubah,bahkan bisa keluar dari kepribadian kita sendiri.Dan itulah yang di alami putra bungsuku,betapa shocknya dia saat mengetahui dari hasil laboratorium bahwa infeksi levernya di sebabkan oleh virus demam berdarah.Begitu mendengar keterangan dari dokter dan di saat dokter sudah keluar dari kamar,dia lemparkan bantal gulingnya,seraya berkata:"Apa sih maunya dokter ini?"Aku sengaja tidak berkomentar sedikitpun,setelah dia tenang,baru kemudian aku menyapanya dengan kelemahlembutan seorang ibu:"Mami tau dan ngerti banget perasaan adek,ini bukanlah kehendak Tuhan ataupun dokter maupun orang lain,apalagi kehendak adek,bersyukurlah bahwa penyakitnya di ketahui dan kemudian bisa diberikan pengobatan terbaik,percayalah satu hal,bahwa Tuhan tidak akan menguji kamu melebihi kemampuanmu untuk menerima,dan segala yang terbaik akan kami lakukan untuk kesembuhanmu,ingatlah di saat ini banyak orang yang deritanya lebih berat daripadamu,bahkan mungkin mereka tidak menikmati pelayanan kesehatan yang selayaknya"

Dan dengan segala daya upaya aku berusaha untuk memahami kondisi psikis si bungsuku,seraya meminta dokter dan perawat untuk juga memahaminya.Proses menuju kesembuhan berjalan dengan baik,sampai akhirnya di nyatakan oleh dokter bisa pulang dari rumah sakit setelah seminggu di rawat.

Tersisa sedikit cerita saat si bungsuku di rawat.Putra sulungku mengunjungi adeknya di rumah sakit dan dia mencandai adeknya dengan mengatakan:"Hai orang sakit,senyum dikit dong,mukanya jangan di tekuk 360 derajat gitu,tambah jauh dari jodoh lho!"Tidak ada reaksi sedikitpun dari si adek.Si sulungku berkomentar lagi:"Mi konsulin aja deh ke dokter jiwa,kayaknya Riko stress tuh!"Tentu saja maksud si sulungku cuman bercanda.Kemudian aku jawab dengan guyonan:"Jangan langsung ke psikiater deh...konsul aja ke psikolog dulu"Si sulungku menjawab:"Ah kalau itu mah konsul ke mami aja,lebih baik ke psikiater aja,Riko mah butuh obat penenang..capek deh..lihat orang yang stress,gak ada gantengnya"Aku menyahut sambil tertawa:"Kan SESUAI PERAN ya dek..orang sakit gitu lhooooo.."

Teriring doa syukur:Terima kasih Tuhan,telah Kau pulihkan kondisi anakku melalui tangan dokter,perawat,terlebih melalui obat obat yang dia minum dan juga kasih yang tulus dari kami orang tuanya,serta semua orang yang mengasihi dan mendoakannya.Amin.

Untuk Dokter Hary dan tim paramedis RS Immanuel,khususnya ruang Alkema lantai 5,terima kasih banyak untuk pelayanannya ya..Tuhan berkati.

Ada benarnya bahwa:HATI YANG GEMBIRA ADALAH OBAT YANG PALING MUJARAB"

Bandung 28 September 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar